Tema utamanya adalah uraian tentang kekuasaan Allah serta ancaman kepada mereka yang menganiaya kaum beriman karena keimanan mereka. Al-Biqa'i menulis bahwa tujuan utama surah ini adalah pembuktian tentang kuasa Allah mewujudkan tujuan dari al-Insyiqaq(keterbelahan langit), yakni Hari Kiamat. Tujuannya adalah memberi balasan serta ganjaran dan ini tecermin pada uraian akhir surah ini.
Menurut Sayyid Quthub, surah yang pendek ini memaparkan hakikat akidah serta dasar-dasar bagi penghayatan iman. Ia memaparkan persoalan-persoalan sangat agung yang bersinar darinya aneka cahaya yang sangat kuat lagi terpancar serta sangat jauh di balik makna dan hakikat-hakikat yang diungkapkan oleh redaksinya hingga hampir-hampir setiap ayat—bahkan terkadang setiap kata pada satu ayat—membuka suatu pintu hakikat menuju alam yang sangat luas.
Surah ini dinilai sebagai surah yang ke-27 dalam perurutan turunnya surah-surah al-Qur'an. Ia turun sesudah surah wa asy-Syams wa Dhuhaha dan sebelum surah at-Tin. Jumlah ayat-ayatnya 23 ayat.
Surah yang lalu diakhiri dengan uraian tentang ganjaran yang akan diterima oleh orang-orang beriman serta balasan terhadap orang-orang kafir, setelah sebelumnya menegaskan pengetahuan Allah tentang isi hati para pendurhaka, termasuk rencana-rencana buruk mereka terhadap Nabi Muhammd saw. Pada surah ini Allah menguraikan pengalaman umat yang lalu yang dianiaya oleh orang-orang kafir, namun Allah membalas mereka.
Berita tentang pembalasan itu ditekankan Allah dengan bersumpah menyangkut empat hal:
1.Langit yang memunyai gugusan atau bintang-bintang itu sendiri yang demikian besar bagaikan istana-istana di langit (1).
2.Hari yang dijanjikan, yakni Hari Pembalasan (2).
3.Yang menyaksikan peristiwa yang dahsyat, yakni Hari Pembalasan atau saat penganiayaan yang dialami oleh orang-orang yang beriman (3).
4.Peristiwa dahsyat/kejam yang disaksikan (3).
Demi hal-hal agung dan dahsyat itu Allah berjanji bahwa Dia pasti akan memberi balasan kepada semua yang menganiaya orang-orang beriman, sebagaimana yang telah dilakukan-Nya terhadap para pendurhaka masa lampau, dan demi hal-hal yang disebut itu pasti juga semua manusia akan dibangkitkan untuk memper tanggungjawabkan amal-amal mereka.
Setelah bersumpah dengan hal-hal di atas disebutlah salah satu contoh penyiksaan yang terjadi atas sekelompok orang beriman. Mereka itu tersiksa/dibunuh di parit-parit yang sengaja dibuat untuk tujuan penyiksaan. Ayat 4 menyatakan bahwa: Terkutuk dan binasalah mereka yang terlibat secara langsung atau tidak dalam pembuatan parit*) dan penyiksaan orang-orang beriman. Parit itu—menurut ayat 5—berupa api yang sangat besar kobarannya karena ia memiliki banyak sekali bahan bakar yang disiapkan untuk tujuan penyiksaan. Selanjutnya, ayat 6 dan 7 menggambarkan awal jatuhnya kutukan dan kebinasaan itu, yakni ketika mereka duduk di sekitar api dan ketika itu juga mereka merupakan saksi-saksi mata yang menyaksikan secara langsung serta merestui penyiksaan yang dilakukan secara sadar terhadap orang-orang beriman.
Sebenarnya tidak ada alasan penyiksaan itu. Penyiksaan itu tidak dilakukan akibat kesalahan atau perbuatan buruk orang-orang beriman, tidak juga sebagai balas dendam atas perlakuan jahat, atau karena ingin merampas harta benda mereka. Penyiksaan itu—menurut ayat 8—tidak lain kecuali karena mereka senantiasa beriman serta memperbarui dan meningkatkan keimanan mereka kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah yang memang wajar diandalkan karena hanya Dia—seperti penjelasan ayat 9—yang memiliki dan mengendalikan kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
*)Banyak ulama menyatakan bahwa yang disiksa dalam parit yang dipenuhi kobaran api adalah sekelompok kaum beriman pemeluk agama Nasrani yang hidup di wilayah Najran; suatu lembah di perbatasan antara Saudi Arabia dan Yaman. Peristiwa itu terjadi sekitar 523 M, pada masa kekuasaan Dzu Nuwas. Riwayat lain menyatakan bahwa mereka adalah penduduk Habasyah (Ethiopia). Siapa pun mereka, yang jelas penguasa masa mereka melakukan penyiksaan dengan melempar mereka ke dalam parit berkobar, karena mereka enggan murtad dari keimanan mereka.
PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI AYAT 1-9
1.Sumpah Allah dengan gugusan bintang bertujuan untuk dijadikan bahan renungan tentang kuasa-Nya, bukan untuk dijadikan pertanda nasib seseorang. Bintang-bintang juga diciptakan-Nya untuk menjadi petunjuk arah dan agar dinikmati sebagai hiasan langit.
2.Yang beriman bersedia mengorbankan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan keyakinannya.
3.Penyebutan sifat Allah "Maha Perkasa", "Maha Terpuji" dan "Maha Menyaksikan segala sesuatu", mengisyaratkan bahwa perlakuan terhadap para tersiksa itu benar-benar tidak wajar, bahkan mestinya mereka dipuji dan diagungkan karena menyembah Allah yang sifat-Nya sebagaimana yang tadi disebutkan.
4.Penyiksaan yang dialami oleh hamba-hamba Allah, bukan berarti Allah lemah dan membiarkan mereka tanpa pembelaan. Tidak! Allah Maha Perkasa, Dia tidak terkalahkan oleh siapa pun, dan Dia mengalahkan siapa pun. Dia kuasa menjatuhkan siksa—pada waktunya—kepada para penganiaya. Dia Maha Terpuji, sehingga akan memberi ganjaran kepada mereka yang mengesakan-Nya dan mengabdi kepada-Nya, lebih-lebih yang memikul derita akibat keimanannya. Betapa tidak demikian padahal Dia adalah Penguasa langit dan bumi.
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan kuasa Allah yang tidak tertandingi, kini uraian mengarah kepada kaum musyrik Mekkah, bahkan siapa pun yang menganiaya kaum Muslim, kapan dan di mana pun.
Ayat 10 menegaskan bahwa: Sesungguhnya orang-orang yang menyiksa fisik atau mental dan memperlakukan sewenang-wenang dalam bentuk apa pun orang-orang yang Mukmin laki-laki atau orang Mukmin perempuan kemudian mereka tidak menyesali kesalahan mereka dan tidak bertaubat atas kekufuran dan dosa-dosa mereka, maka bagi mereka siksa Jahannam atas kekufuran mereka dan bagi mereka siksa pembakaran di neraka atas penganiayaan mereka.
Selanjutnya, ayat 11 menekankan bahwa: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan benar dan membuktikan kebenaran iman mereka dengan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawah istana-istananya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar. Jangan duga siksa Allah serupa dengan siksa makhluk. Dia Maha Perkasa, sekaligus Mahakuasa. Itulah pesan yang disampaikan oleh ayat-ayat berikut.
Ayat 12 dan 13 mengingatkan bahwa: Sesungguhnya siksa Tuhan terhadap para pembangkang benar-benar keras. Dia-lah sendiri yang menciptakan semua makhluk sejak permulaan dan menghidupkan mereka kembali atas kehendak-Nya setelah makhluk itu dia matikan. Dia juga kuasa menjatuhkan sanksi sejak di dunia dan juga dapat ditangguhkannya ke akhirat.
Selanjutnya, agar peringatan tersebut tidak mengundang keputusasaan atau kesan bahwa Allah kejam dan berlaku sewenang-wenang, maka ayat 14 hingga 15 menyatakan bahwa: Dialah Yang Maha Pengampun terhadap siapa yang memohon ampunan-Nya lagi Maha Mencintai dan Dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang beriman. Dialah Pemilik ‘Arasy lagi Dia Mahamulia.
Selanjutnya, ayat 16 mengingatkan bahwa Dialah Maha Pelaksana terhadap apa yang dikehendaki-Nya, yakni berulang- ulang melakukan apa yang disebutkan tadi—dan selainnya—tanpa sekalipun gagal melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 10-16
1.Allah tidak akan membiarkan kesewenang-wenangan. Memang Dia bisa menangguhkan pembalasan, tetapi tidak pernah membiarkannya berlalu tanpa perhitungan.
2.Penganiayaan terhadap kaum beriman, dapat berlanjut hingga dewasa ini, yang dilakukan antara lain oleh sementara penguasa terhadap mereka yang bermaksud menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, melaksanakan amar ma‘ruf dan nahi munkar. Penganiaya dewasa ini dan masa datang tercakup dalam ancaman ayat ini, apa pun bentuk penganiayaan mereka, baik berupa penyiksaan fisik, penahanan, atau pencabutan hak-hak asasi mereka.
3.Tidak ada yang dapat menghalangi kehendak Allah; tidak dari diri-Nya, seperti malas, jemu, ragu, atau perubahan kehendak, dan lain-lain; dan tidak juga dari luar/makhluk apa dan siapa pun yang dari luar itu.
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan sifat-sifat Allah yang dapat menggugah hati siapa pun yang hendak mendekat kepada-Nya, sekaligus memerindingkan hati mereka yang menyadari kuasa dan siksa-Nya, kini ayat-ayat di atas mengingatkan perlakuan-Nya terhadap tokoh-tokoh pembangkang masa lampau. Ayat 17 mengajukan pertanyaan yang bertujuan mengingatkan, yakni firman-Nya: Sudahkah datang kepadamu—siapa pun engkau—berita, yakni akibat buruk yang dialami oleh pasukan tentara yang demikian banyak dan kuat yang dipimpin oleh Firaun, Penguasa Mesir pada masa Nabi Musa as.?
Demikian juga berita dan ke sudahan kaum Tsamud, yakni umat Nabi Shaleh as. Yang demikian kuat sehingga mampu memotong batu-batu besar di lembah? Firaun beserta pasukannya dimusnahkan Allah di Laut Merah—walau diselamatkan jasadnya—sedang Tsamud dibinasakan dengan gempa yang meluluh-lantakkan mereka.
Selanjutnya, ayat-ayat berikut melanjutkan uraiannya tentang kaum musyrik dan sikap mereka terhadap Nabi saw. dan ajaran al-Qur'an. Ayat 19 dan 20 bagaikan berkata: Wahai Nabi Muhammad, kaum musyrik Mekkah lebih hebat pendustaannya dari kaum Tsamud dan Firaun, karena mereka telah mengetahui akibat buruk pengingkaran ajaran Ilahi dan sanksi yang telah dijatuhkan, tetapi mereka masih tetap menolak.
Mereka juga telah diberi petunjuk al-Qur'an yang sangat jelas pembuktiannya, namun mereka melecehkannya, bahkan seluruh totalitas orang-orang kafir berada dalam wadah pengingkaran, padahal Allah telah mengepung mereka. Allah Maha Meliputi mereka dari belakang dan depan, yakni di seluruh penjuru di mana pun mereka berusaha.
Menanggapi sikap mereka terhadap al-Qur’an, yang antara lain menyatakan bahwa ia (al-Qur'an) adalah dongeng, sihir, atau kebohongan, maka ayat 21 dan 22 menafikannya dengan manyatakan bahwa itu sama sekali tidak benar, bahkan ia yakni al-Qur'an ini sangat mulia lagi terpelihara di Lauh al-Mahfuzh*) sehingga tidak mungkin akan mengalami perubahan, penambahan, atau pergantian.
*)Lauh al-Mahfuzh adalah istilah yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan
ilmu Tuhan yang mencakup segala sesuatu. Ilmu-Nya diibaratkan dengan sesuatu Lauh, yakni halaman tempat menulis. Lauh itu terpelihara dalam arti rapi sehingga tidak dapat salah, hilang, terlupakan, atau terganti dengan yang lain.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 17-22
1.Yang telah diberi peringatan, apalagi yang telah mengetahui dampak buruk dari sesuatu tetapi tetap melakukannya, jauh lebih buruk daripada mereka yang melakukan hal tersebut sebelum mengetahui akibat dan dampak buruknya.
2.Al-Qur’an dipelihara oleh Allah dari perubahan, pergantian, dan kehilangan. Kitab suci itu menyandang sifat majîd/mulia, karena ia merupakan kalam Ilahi yang telah mencapai puncak sehingga tidak akan ada kalimat yang lebih berkesan daripada al-Qur’an dan tidak juga ditemukan petunjuk yang lebih baik dan sempurna daripada petunjuknya.
Demikian, Wa Allah A'lam.
Sumber : Detik.com dari Tafsir Al-Mishbah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar