SEMANGAT ISLAMI Mewarisi ajaran nabi tapi tetap sesuai zaman, meluruskan tapi tak merusak akidah dan syariah

Gelar Haji Sebagai Tanda Riya' [?]

Beberapa waktu yang lalu, penggemar film Indonesia terutama yang bertemakan Islam disuguhi sebuah film yang diangkat dari sebuah novel yang berjudul sama, Di Bawah Lindungan Ka'bah. Sebelumnya ada juga film yang bertema sama, Emak Ingin Naik Haji. Kedua film ini menggambarkan betapa ritual suci yang bernama haji sebagai salah satu rukun Islam begitu penting bagi seorang muslim untuk menyempurnakan keislamannya.

Terlepas dari niat untuk mendapatkan haji yang mabrur, ibadah haji begitu memesona sehingga tidak sedikit orang yang mengantri untuk menunaikan ibadah yang satu ini karena terbatasnya quota jamaah haji asal Indonesia -- padahal jumlahnya lebih dari 300 ribu orang. Bahkan mereka rela menunggu giliran bertahun-tahun.

Ibadah haji jelas tidak pantas untuk disebut sebagai trend masyarakat masa kini. Karena ibadah haji merupakan perwujudan penghambaan manusia kepada Penciptanya. Namun ketika banyak orang berlomba-lomba untuk mendapat "gelar" haji yang akan diletakkan di depan namanya, ibadah ini kerap kali hanya sebatas ritual. Mereka seakan lupa esensi haji yang sebenarnya. Bahkan ada orang-orang yang telah menunaikan haji tanpa sungkan mengharapkan orang lain memanggilnya dengan sebutan "Pak Haji", "Bang Haji", atau "Bu Hajjah".

Kendati penempatan "gelar" haji atau hajjah itu tidak dimaksudkan untuk riya', apalah guna titel kehajian itu diltempelkan didepan namanya. Toh, ibadah haji dilaksanakan bukan untuk dipertontonkan kepada manusia melainkan untuk menjadikan kita lebih tunduk dan patuh kepada Allah, Sang Khalik. Ironinya, ada orang-orang tertentu yang telah berhaji dengan terang-terangan marah ketika ada orang lain tidak menyebutkan kata haji atau hajjah ataupun tidak menuliskan huruf "H." atau "Hj." tepat di depan namanya. Na'uzdu billah...

Tanpa mencoba memvonis lebih dulu -- karena tidak ada fatwa MUI yang melarang penempatan kata haji atau hajjah di depan nama seseorang -- mari kita coba tinggalkan hal-hal yang tidak mengandung manfaat seperti itu, yang bahkan dapat menjerumuskan kita ke dalam sifat riya' (pamer). Puluhan juta yang kita habiskan untuk menjalani ritual haji tentunya tidak sebanding dengan pahala yang sangat besar yang Allah berikan kepada seorang muslim yang melaksanakan dan mengimplementasikan hajinya dengan mabrur. Jangan sampai pahala yang besar itu jadi sia-sia karena kecongkakan, kesombongan, dan sifat pamer kita.

Haji adalah ibadahmu kepada Allah. Niat untuk memotivasi orang lain berhaji tak perlu jadi alasan atau tameng dalam mengukuhkan kebiasaan menempatkan kata haji di depan namamu. Semoga Anda yang menunaikan ibadah haji menjadi haji yang mabrur. (SMZ)

Jihad dan Terorisme

"Agama Terorisme". Itulah cap yang begitu melekat kepada Agama Islam dalam beberapa tahun belakangan ini. Umat Islam dituding sebagai biang pengeboman dan teror di sejumlah tempat di berbagai belahan dunia. Ironinya, kaum muslim yang tak punya kepentingan dengan aksi-aksi brutal tersebut menjadi sasaran kecaman bahkan tindak kekerasan dari segelintir orang yang anti terorisme. Benarkah Islam mengajarkan terorisme?

Tema sentral yang melatarbelakangi aksi-aksi kekerasan yang disebut terorisme itu adalah jihad. Jihad dalam pemahaman kaum teroris adalah suatu usaha maksimal untuk memerangi orang-orang kafir. Kaum ini menyebutnya jihad qital (jihad untuk memerangi kaum yang menjadi "musuh Islam"). Jihad ini meliputi jihad difa' (jihad untuk mempertahankan atau membela diri) dan jihad thalab (jihad untuk memerangi apapun yang merintangi dakwah Islam). Mereka melandaskan perjuangannya kepada sejarah perjuangan Rasulullah dan ayat-ayat  Al Quran sebagai pembenar tindakan yang mereka lakukan.

Apa sebenarnya jihad itu? Secara etimologi, jihad diartikan bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh. Sedangkan secara terminologi, jihad diartikan sebagai:
  1. berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi kaum muslim
  2. memerangi hawa nafsu
  3. mendermakan harta benda untuk kemaslahatan umat
  4. memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Pada hakikatnya jihad dilakukan untuk menegakkan Din (agama) Allah dan memelihara terlaksananya syariat Islam sesuai ketentuan Al Quran dan tuntunan Rasulullah. Namun makna jihad lebih cenderung disalahartikan sebagai perang suci. Padahal kata perang lebih dekat kepada makna "qital" daripada makna jihad.

Jihad yang diartikan secara radikal sebagai perjuangan membela agama harusnya lebih diartikan sebagai perjuangan untuk menegakkan syariat Islam; perjuangan  untuk menyebarkan keselamatan; perjuangan untuk menyampaikan kebenaran ilahi. Dan penyampaian kebenaran itu tidak seharusnya ditempuh dengan kekerasan, apalagi dengan meneror atau membunuh orang-orang yang tidak dalam posisi memerangi orang lain.

Dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, keteladanan dalam berperang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi etika perang, sebuah panduan dasar dalam berperang. Diantaranya adalah tidak melarikan diri dari medan perang tanpa komando pimpinan, tidak mengingkari janji atau kesetiaan, tidak mencincang-cincang mayat, tidak membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita yang lemah, tidak merusak/membakar pohon atau menyembelih hewan kecuali untuk dimakan, dan sebagainya.


Perang yang mengatasnamakan penegakan syariat agama Islam tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, apakah pantas disebut sebagai jihad. Justru yang terjadi adalah munculnya fitnah yang besar bahwa Islam adalah agama terorisme. Menimbulkan perasaan was-was dan perasangka buruk orang-orang non muslim terhadap umat Islam.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terorisme bukanlah bagian dari jihad. Melainkan konsep perjuangan yang dicetuskan oleh orang-orang yang mengalami kebuntuan/stagnansi berpikir dalam menghadapi perkembangan zaman untuk mengembangkan ajaran Islam. (SMZ)