Beberapa waktu yang lalu, penggemar film Indonesia terutama yang bertemakan Islam disuguhi sebuah film yang diangkat dari sebuah novel yang berjudul sama, Di Bawah Lindungan Ka'bah. Sebelumnya ada juga film yang bertema sama, Emak Ingin Naik Haji. Kedua film ini menggambarkan betapa ritual suci yang bernama haji sebagai salah satu rukun Islam begitu penting bagi seorang muslim untuk menyempurnakan keislamannya.
Terlepas dari niat untuk mendapatkan haji yang mabrur, ibadah haji begitu memesona sehingga tidak sedikit orang yang mengantri untuk menunaikan ibadah yang satu ini karena terbatasnya quota jamaah haji asal Indonesia -- padahal jumlahnya lebih dari 300 ribu orang. Bahkan mereka rela menunggu giliran bertahun-tahun.
Ibadah haji jelas tidak pantas untuk disebut sebagai trend masyarakat masa kini. Karena ibadah haji merupakan perwujudan penghambaan manusia kepada Penciptanya. Namun ketika banyak orang berlomba-lomba untuk mendapat "gelar" haji yang akan diletakkan di depan namanya, ibadah ini kerap kali hanya sebatas ritual. Mereka seakan lupa esensi haji yang sebenarnya. Bahkan ada orang-orang yang telah menunaikan haji tanpa sungkan mengharapkan orang lain memanggilnya dengan sebutan "Pak Haji", "Bang Haji", atau "Bu Hajjah".
Kendati penempatan "gelar" haji atau hajjah itu tidak dimaksudkan untuk riya', apalah guna titel kehajian itu diltempelkan didepan namanya. Toh, ibadah haji dilaksanakan bukan untuk dipertontonkan kepada manusia melainkan untuk menjadikan kita lebih tunduk dan patuh kepada Allah, Sang Khalik. Ironinya, ada orang-orang tertentu yang telah berhaji dengan terang-terangan marah ketika ada orang lain tidak menyebutkan kata haji atau hajjah ataupun tidak menuliskan huruf "H." atau "Hj." tepat di depan namanya. Na'uzdu billah...
Tanpa mencoba memvonis lebih dulu -- karena tidak ada fatwa MUI yang melarang penempatan kata haji atau hajjah di depan nama seseorang -- mari kita coba tinggalkan hal-hal yang tidak mengandung manfaat seperti itu, yang bahkan dapat menjerumuskan kita ke dalam sifat riya' (pamer). Puluhan juta yang kita habiskan untuk menjalani ritual haji tentunya tidak sebanding dengan pahala yang sangat besar yang Allah berikan kepada seorang muslim yang melaksanakan dan mengimplementasikan hajinya dengan mabrur. Jangan sampai pahala yang besar itu jadi sia-sia karena kecongkakan, kesombongan, dan sifat pamer kita.
Haji adalah ibadahmu kepada Allah. Niat untuk memotivasi orang lain berhaji tak perlu jadi alasan atau tameng dalam mengukuhkan kebiasaan menempatkan kata haji di depan namamu. Semoga Anda yang menunaikan ibadah haji menjadi haji yang mabrur. (SMZ)
Jihad dan Terorisme
"Agama Terorisme". Itulah cap yang begitu melekat kepada Agama Islam dalam beberapa tahun belakangan ini. Umat Islam dituding sebagai biang pengeboman dan teror di sejumlah tempat di berbagai belahan dunia. Ironinya, kaum muslim yang tak punya kepentingan dengan aksi-aksi brutal tersebut menjadi sasaran kecaman bahkan tindak kekerasan dari segelintir orang yang anti terorisme. Benarkah Islam mengajarkan terorisme?
Tema sentral yang melatarbelakangi aksi-aksi kekerasan yang disebut terorisme itu adalah jihad. Jihad dalam pemahaman kaum teroris adalah suatu usaha maksimal untuk memerangi orang-orang kafir. Kaum ini menyebutnya jihad qital (jihad untuk memerangi kaum yang menjadi "musuh Islam"). Jihad ini meliputi jihad difa' (jihad untuk mempertahankan atau membela diri) dan jihad thalab (jihad untuk memerangi apapun yang merintangi dakwah Islam). Mereka melandaskan perjuangannya kepada sejarah perjuangan Rasulullah dan ayat-ayat Al Quran sebagai pembenar tindakan yang mereka lakukan.
Apa sebenarnya jihad itu? Secara etimologi, jihad diartikan bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh. Sedangkan secara terminologi, jihad diartikan sebagai:
Jihad yang diartikan secara radikal sebagai perjuangan membela agama harusnya lebih diartikan sebagai perjuangan untuk menegakkan syariat Islam; perjuangan untuk menyebarkan keselamatan; perjuangan untuk menyampaikan kebenaran ilahi. Dan penyampaian kebenaran itu tidak seharusnya ditempuh dengan kekerasan, apalagi dengan meneror atau membunuh orang-orang yang tidak dalam posisi memerangi orang lain.
Dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, keteladanan dalam berperang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi etika perang, sebuah panduan dasar dalam berperang. Diantaranya adalah tidak melarikan diri dari medan perang tanpa komando pimpinan, tidak mengingkari janji atau kesetiaan, tidak mencincang-cincang mayat, tidak membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita yang lemah, tidak merusak/membakar pohon atau menyembelih hewan kecuali untuk dimakan, dan sebagainya.
Perang yang mengatasnamakan penegakan syariat agama Islam tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, apakah pantas disebut sebagai jihad. Justru yang terjadi adalah munculnya fitnah yang besar bahwa Islam adalah agama terorisme. Menimbulkan perasaan was-was dan perasangka buruk orang-orang non muslim terhadap umat Islam.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terorisme bukanlah bagian dari jihad. Melainkan konsep perjuangan yang dicetuskan oleh orang-orang yang mengalami kebuntuan/stagnansi berpikir dalam menghadapi perkembangan zaman untuk mengembangkan ajaran Islam. (SMZ)
Tema sentral yang melatarbelakangi aksi-aksi kekerasan yang disebut terorisme itu adalah jihad. Jihad dalam pemahaman kaum teroris adalah suatu usaha maksimal untuk memerangi orang-orang kafir. Kaum ini menyebutnya jihad qital (jihad untuk memerangi kaum yang menjadi "musuh Islam"). Jihad ini meliputi jihad difa' (jihad untuk mempertahankan atau membela diri) dan jihad thalab (jihad untuk memerangi apapun yang merintangi dakwah Islam). Mereka melandaskan perjuangannya kepada sejarah perjuangan Rasulullah dan ayat-ayat Al Quran sebagai pembenar tindakan yang mereka lakukan.
Apa sebenarnya jihad itu? Secara etimologi, jihad diartikan bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh. Sedangkan secara terminologi, jihad diartikan sebagai:
- berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi kaum muslim
- memerangi hawa nafsu
- mendermakan harta benda untuk kemaslahatan umat
- memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Jihad yang diartikan secara radikal sebagai perjuangan membela agama harusnya lebih diartikan sebagai perjuangan untuk menegakkan syariat Islam; perjuangan untuk menyebarkan keselamatan; perjuangan untuk menyampaikan kebenaran ilahi. Dan penyampaian kebenaran itu tidak seharusnya ditempuh dengan kekerasan, apalagi dengan meneror atau membunuh orang-orang yang tidak dalam posisi memerangi orang lain.
Dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, keteladanan dalam berperang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi etika perang, sebuah panduan dasar dalam berperang. Diantaranya adalah tidak melarikan diri dari medan perang tanpa komando pimpinan, tidak mengingkari janji atau kesetiaan, tidak mencincang-cincang mayat, tidak membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita yang lemah, tidak merusak/membakar pohon atau menyembelih hewan kecuali untuk dimakan, dan sebagainya.
Perang yang mengatasnamakan penegakan syariat agama Islam tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, apakah pantas disebut sebagai jihad. Justru yang terjadi adalah munculnya fitnah yang besar bahwa Islam adalah agama terorisme. Menimbulkan perasaan was-was dan perasangka buruk orang-orang non muslim terhadap umat Islam.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terorisme bukanlah bagian dari jihad. Melainkan konsep perjuangan yang dicetuskan oleh orang-orang yang mengalami kebuntuan/stagnansi berpikir dalam menghadapi perkembangan zaman untuk mengembangkan ajaran Islam. (SMZ)
Allah dan Al-ilah
Islam adalah agama monotheisme yang meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Siapa Allah itu? Dalam bahasa Arab, kata Allah merujuk kepada nama Tuhan. Karena Tuhan dalam bahasa Arab adalah Al-ilah. Tetapi Allah tidak sama dengan Al-ilah. Hal ini merujuk kepada kalimat tauhid: "Laa ilaha illallah", tiada ilah selain Allah. Bahkan dalam Al Quran Allah berfirman:
Itu berarti tidak ada ilah (tuhan) ataupun al-ilah. Karena kedua kata ini akan mengingkari makna ayat di atas yang menyatakan bahwa Allah itu esa. Allah adalah kata yang tidak memiliki bentuk dua ataupun jamak. Berbeda dengan kata ilah atau al-ilah yang mempunyai makna mutsanna (dua, yaitu al-ilahani dan al-ilahaini = "dua tuhan") dan makna jamak (yaitu al-alihah = "tuhan-tuhan").
Bahkan keunikan dari kata "Allahu" terdapat dalam pemenggalan setiap hurufnya. Kata Allah terdiri atas huruf alif, dua huruf lam, dan ha. Jika kata Allah sebagai kata yang bermakna nama Tuhan dihilangkan huruf alifnya, maka kata tersebut menjadi "lillah" yang berarti untuk atau kepada Tuhan. Kemudian jika huruf lam yang pertama dihilangkan, maka kata tersebut menjadi "lahu" yang berarti milik-Nya. Selanjutnya jika huruf lam yang kedua juga dihilangkan, maka kata tersebut menjadi "hu" yang berarti Dia/Nya. Setiap bentuk dari pemenggalan kata itu selalu merujuk kepada bentuk semula, yaitu Allah. Subhanallah.
Bahkan kata Allah merupakan kata yang tidak tepat untuk diterjemahkan menjadi kata lain. Seperti diterjemahkan menjadi kata "tuhan" dalam bahasa Indonesia, maka kata tersebut bisa bermakna sesembahan yang lainnya selain Allah dan dapat digunakan untuk menerangkan dewa, mahadewa atau objek lain yang dipuja-puja. Sekalipun diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi "God", kata Allah juga tidak tepat diterjemahkan untuk itu. Karena kata god memiliki bentuk jamak "gods" dan memiliki bentuk feminin "goddes". Sedangkan Allah tidak bersifat jamak dan gender.
Islamic Invasion tentang Allah
Beberapa tahun yang lalu sebuah buku berjudul "THE ISLAMIC INVASION, Confronting the World's Fastest Growing Religion" (Harvest House Publishers, Eugene, 1992) karangan Robert Morey mengguncang kerukunan umat, terutama Islam dan Kristen di dunia. Morey membuat kesimpulan yang dangkal terhadap Islam yang mengidentikkan Islam = Arab, Islam adalah agama kekerasan, bahkan menyatakan bahwa Allah adalah istilah bahasa Arab untuk menyebut dewa tertinggi bangsa Arab, yaitu Moon God (Dewa Bulan).
Khusus tentang penyebutan Allah sebagai adopsi budaya jahiliyah bangsa Arab yang menyembah dewa bulan perlu sekali untuk dikaji. Allah berfirman:
Dari dua ayat di atas jelaslah bahwa penyebutan kata "Allah" telah ada sejak sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Bahkan kata "Allah" merupakan satu rumpun dengan kata dalam bahasa Ibrani el/elohim/eloah. Karena Bahasa Arab dan Ibrani berasal dari rumpun bahasa Semitik, termasuk bahasa Aram.
Kata "Allah" dalam ketiga bahasa tersebut memiliki kesamaan: Eloah (Ibrani), Alah (Aram), dan Allah (Arab). Ketiga bahasa itu sama-sama menggunakan 3 konsonan dasar yang sama, yaitu Alef Lamed He' (Ibrani); Alaf Lamad He' (Aram); Alif Lam Ha (Arab).
Hanya vokalnya saja yang berbeda. Namun memiliki arti kata yang sinonim. Dengan demikian kata "Allah" merupakan kata yang telah dipakai sejak lama dalam Alkitab orang-orang Yahudi dan Nasrani. Salah satu contohnya tertulis dalam naskah bahasa asli Perjanjian Lama :
Kalimat ini tertera dalam Alkitab Perjanjian Lama ditulis dalam aksara Ibrani dengan pengertian bahasa Aram, bahasa yang notabene merupakan induk bahasa Arab. Dalam dialek bahasa Arab, kalimat itu dibaca ‘Bismilah’ (Dengan Nama Allah).
Dalam kaitannya dengan pendapat Robert Morey dalam bukunya yang menganggap Allah sebagai kata adopsi dari nama dewa bulan, sesungguhnya itu karena pengkajian bahasa dan sejarah yang dilakukan Morey masih dangkal. Penggunaan kata "Allah" telah lama ada. Baru pada abad ke-6 dan ke-7 terjadi pemusyrikan dengan menisbatkan nama "Allah" sebagai nama dewa bulan yang merupakan berhala tertinggi dalam masyarakat Arab kala itu. Wallahu A'lam bisshawab.
Katakanlah: bahwa Allah itu esa. (QS. Al Ikhlas:1)
Itu berarti tidak ada ilah (tuhan) ataupun al-ilah. Karena kedua kata ini akan mengingkari makna ayat di atas yang menyatakan bahwa Allah itu esa. Allah adalah kata yang tidak memiliki bentuk dua ataupun jamak. Berbeda dengan kata ilah atau al-ilah yang mempunyai makna mutsanna (dua, yaitu al-ilahani dan al-ilahaini = "dua tuhan") dan makna jamak (yaitu al-alihah = "tuhan-tuhan").
Bahkan keunikan dari kata "Allahu" terdapat dalam pemenggalan setiap hurufnya. Kata Allah terdiri atas huruf alif, dua huruf lam, dan ha. Jika kata Allah sebagai kata yang bermakna nama Tuhan dihilangkan huruf alifnya, maka kata tersebut menjadi "lillah" yang berarti untuk atau kepada Tuhan. Kemudian jika huruf lam yang pertama dihilangkan, maka kata tersebut menjadi "lahu" yang berarti milik-Nya. Selanjutnya jika huruf lam yang kedua juga dihilangkan, maka kata tersebut menjadi "hu" yang berarti Dia/Nya. Setiap bentuk dari pemenggalan kata itu selalu merujuk kepada bentuk semula, yaitu Allah. Subhanallah.
Bahkan kata Allah merupakan kata yang tidak tepat untuk diterjemahkan menjadi kata lain. Seperti diterjemahkan menjadi kata "tuhan" dalam bahasa Indonesia, maka kata tersebut bisa bermakna sesembahan yang lainnya selain Allah dan dapat digunakan untuk menerangkan dewa, mahadewa atau objek lain yang dipuja-puja. Sekalipun diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi "God", kata Allah juga tidak tepat diterjemahkan untuk itu. Karena kata god memiliki bentuk jamak "gods" dan memiliki bentuk feminin "goddes". Sedangkan Allah tidak bersifat jamak dan gender.
Islamic Invasion tentang Allah
Beberapa tahun yang lalu sebuah buku berjudul "THE ISLAMIC INVASION, Confronting the World's Fastest Growing Religion" (Harvest House Publishers, Eugene, 1992) karangan Robert Morey mengguncang kerukunan umat, terutama Islam dan Kristen di dunia. Morey membuat kesimpulan yang dangkal terhadap Islam yang mengidentikkan Islam = Arab, Islam adalah agama kekerasan, bahkan menyatakan bahwa Allah adalah istilah bahasa Arab untuk menyebut dewa tertinggi bangsa Arab, yaitu Moon God (Dewa Bulan).
Khusus tentang penyebutan Allah sebagai adopsi budaya jahiliyah bangsa Arab yang menyembah dewa bulan perlu sekali untuk dikaji. Allah berfirman:
Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah olehmu
Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui. (QS. Al 'Ankabut: 16)
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah
Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolongpun.(QS. Al Maidah: 72)
Dari dua ayat di atas jelaslah bahwa penyebutan kata "Allah" telah ada sejak sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Bahkan kata "Allah" merupakan satu rumpun dengan kata dalam bahasa Ibrani el/elohim/eloah. Karena Bahasa Arab dan Ibrani berasal dari rumpun bahasa Semitik, termasuk bahasa Aram.
Kata "Allah" dalam ketiga bahasa tersebut memiliki kesamaan: Eloah (Ibrani), Alah (Aram), dan Allah (Arab). Ketiga bahasa itu sama-sama menggunakan 3 konsonan dasar yang sama, yaitu Alef Lamed He' (Ibrani); Alaf Lamad He' (Aram); Alif Lam Ha (Arab).
Hanya vokalnya saja yang berbeda. Namun memiliki arti kata yang sinonim. Dengan demikian kata "Allah" merupakan kata yang telah dipakai sejak lama dalam Alkitab orang-orang Yahudi dan Nasrani. Salah satu contohnya tertulis dalam naskah bahasa asli Perjanjian Lama :
בְּשֻׁם אֱלָהּ יִשְׂרָאֵל - BESYUM 'ELAH YISRA'EL
(Dalam Nama Allah Israel) di Ezra 5:1.
אֱלָהּ יִשְׂרָאֵל - 'ELAH YISRA'EL
(Allah Israel) dalam Ezra 6:14
Kalimat ini tertera dalam Alkitab Perjanjian Lama ditulis dalam aksara Ibrani dengan pengertian bahasa Aram, bahasa yang notabene merupakan induk bahasa Arab. Dalam dialek bahasa Arab, kalimat itu dibaca ‘Bismilah’ (Dengan Nama Allah).
Dalam kaitannya dengan pendapat Robert Morey dalam bukunya yang menganggap Allah sebagai kata adopsi dari nama dewa bulan, sesungguhnya itu karena pengkajian bahasa dan sejarah yang dilakukan Morey masih dangkal. Penggunaan kata "Allah" telah lama ada. Baru pada abad ke-6 dan ke-7 terjadi pemusyrikan dengan menisbatkan nama "Allah" sebagai nama dewa bulan yang merupakan berhala tertinggi dalam masyarakat Arab kala itu. Wallahu A'lam bisshawab.
Kalah Dari Setan
Imam Ghazali Hujjatul Islam bercerita kepada murid-muridnya: pada masa lalu pernah hidup seorang 'abid (baca: ahli ibadah) yang taat, selalu mengagungkan dan memuji-muji Allah. Suatu hari tatkala sang 'abid tenggelam dengan zikir-zikirnya kepada Allah, datanglah seseorang yang memberitahukannya tentang adanya kemusyrikan yang dilakukan oleh sebagian kaumnya dengan menyembah sebuah pohon besar.
Mendengar hal itu, sang 'abid teramat geram dan bersegeralah ia mengambil sebilah kapak untuk menghancurkan kesyirikan tersebut. Dalam perjalanan mulianya, ia dihalang-halangi oleh setan yang hendak mencegah niat baiknya. Lalu terjadilah baku hantam antara keduanya. Setan kalah dalam duel tersebut. Merasa takkan mampu lagi menghalangi sang 'abid untuk menebang pohon itu, setan merubah siasat dengan merayu sang 'abid.
Setan berkata : "Asalkan engkau tak menebang pohon itu, aku akan menjamin hidupmu dengan meletakkan setiap hari di bawah bantalmu seikat uang." Si 'abid ternyata tergoda dengan bujuk rayu setan dan ingin membuktikan kebenaran pada ucapan setan sehingga ia mengurungkan niatnya untuk menebang pohon itu.
Dalam satu, dua hari setan memenuhi janjinya meletakkan uang yang banyak di bawah bantal si 'abid. Tentu hati sang 'abid senang menerima hal itu. Namun pada hari ketiga, sang 'abid tak menemukan apapun di bawah bantalnya. Membuatnya murka kepada setan yang mengingkari janjinya.
Dengan berbekal sebilah kapak ia bergerak menuju pohon yang beberapa hari sebelumnya urung ditebangnya. Setan kembali menghadangnya. Duel kembali berkecamuk di antara keduanya. Tetapi kali ini setan tampil sebagai jawara.
Mendapati kekalahannya membuat sang 'abid terperangah sehingga membuatnya bertanya kepada setan : "Mengapa hari ini engkau bisa mengalahkan ku?"
Wahai Saudaraku, semoga cerita di atas menjadi iktibar bagi kita bahwa sesungguhnya setan atau iblis itu takkan mampu melawan kita apabila setiap amal dan perbuatan kita dilakukan dengan ikhlas. Namun jika ikhlas sudah terkikis dari motivasi dan niat kita, niscaya setan dengan mudah menaklukkan kita. Semoga Allah selalu menjaga hati kita agar senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. (SMZ)
Mendengar hal itu, sang 'abid teramat geram dan bersegeralah ia mengambil sebilah kapak untuk menghancurkan kesyirikan tersebut. Dalam perjalanan mulianya, ia dihalang-halangi oleh setan yang hendak mencegah niat baiknya. Lalu terjadilah baku hantam antara keduanya. Setan kalah dalam duel tersebut. Merasa takkan mampu lagi menghalangi sang 'abid untuk menebang pohon itu, setan merubah siasat dengan merayu sang 'abid.
Setan berkata : "Asalkan engkau tak menebang pohon itu, aku akan menjamin hidupmu dengan meletakkan setiap hari di bawah bantalmu seikat uang." Si 'abid ternyata tergoda dengan bujuk rayu setan dan ingin membuktikan kebenaran pada ucapan setan sehingga ia mengurungkan niatnya untuk menebang pohon itu.
Dalam satu, dua hari setan memenuhi janjinya meletakkan uang yang banyak di bawah bantal si 'abid. Tentu hati sang 'abid senang menerima hal itu. Namun pada hari ketiga, sang 'abid tak menemukan apapun di bawah bantalnya. Membuatnya murka kepada setan yang mengingkari janjinya.
Dengan berbekal sebilah kapak ia bergerak menuju pohon yang beberapa hari sebelumnya urung ditebangnya. Setan kembali menghadangnya. Duel kembali berkecamuk di antara keduanya. Tetapi kali ini setan tampil sebagai jawara.
Mendapati kekalahannya membuat sang 'abid terperangah sehingga membuatnya bertanya kepada setan : "Mengapa hari ini engkau bisa mengalahkan ku?"
"Hari ini keikhlasanmu untuk menebang pohon itu tidak seperti beberapa hari yang lalu. Keikhlasanmu telah hilang. Kini niatmu untuk menebang pohon itu hanya didorong oleh kemarahanmu karena aku tidak meletakkan uang di bawah bantalmu." Demikianlah jawaban setan dengan bangganya.
Wahai Saudaraku, semoga cerita di atas menjadi iktibar bagi kita bahwa sesungguhnya setan atau iblis itu takkan mampu melawan kita apabila setiap amal dan perbuatan kita dilakukan dengan ikhlas. Namun jika ikhlas sudah terkikis dari motivasi dan niat kita, niscaya setan dengan mudah menaklukkan kita. Semoga Allah selalu menjaga hati kita agar senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. (SMZ)
Mengapa Terjadi Beda Penetapan 1 Syawal?
Menjelang Ramadhan yang lalu, para ulama (baca: cendekia) dan umara (baca: penguasa), khususnya di Indonesia, dihadapkan pada wacana perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan. Dan menjelang Idul Fitri, kita kembali menghadapi situasi yang sama untuk menetapkan tanggal 1 Syawal. Seringkali masyarakat awam dibingungkan dengan perbedaan dalam penetapan tanggal Hijriah. Seberapa krusial hal ini perlu untuk dibahas? Berikut ini paparannya.
Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi Umat Islam yang telah berpuasa selama sebulan dalam mengendalikan dirinya dari berbagai godaan duniawi. Sebagai penghormatan atas hari kemenangan itu, Islam mengharamkan berpuasa pada hari raya Idul Fitri 1 Syawal.
Masalah kemudian muncul ketika terjadi perbedaan dalam penetapannya. Di satu pihak menetapkannya sebagai Idul Fitri, dan di pihak lain pada hari yang sama masih melaksanakan puasa Ramadhan. Masing-masing pihak dengan keyakinan dan berlindung di balik dalil-dalil saling mengklaim keabsahan Idul Fitri yang mereka rayakan. Ironinya, orang-orang yang merayakan Idul Fitri menganggap berdosa orang-orang yang tetap berpuasa pada hari itu. Sebaliknya, pihak yang menjalankan puasa pada hari itu menganggap berdosa orang-orang yang berbuka dan merayakan hari kemenangannya itu.
Perbedaan itu terjadi karena acuan dalam menafsirkan metode penentuan awal bulan telah melahirkan dua aliran besar, yaitu ru'yah dan hisab.
Pertama, aliran ru'yah. Secara terminologi, ru'yah adalah kegiatan untuk melihat hilal (penampakan bulan sabit) di ufuk langit sebelah barat sesaat setelah matahari terbenam untuk menentukan permulaan bulan baru. Dalam konteks ini, hilal menempati posisi sentral sebagai penentu bulan baru dalam kalender Hijriah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia... (QS. Al Baqarah: 189)
Hilal itu sendiri hanya dapat terlihat setelah proses ijtima', yaitu proses ketika bulan berada satu kedudukan dalam satu garis dengan matahari dan bumi. Ketika ijtima' terjadi, bulan berada di antara bumi dan matahari. Pada saat bulan bergeser dan sebagian permukaannya menerima cahaya matahari yang terlihat berbentuk seperti lengkuk cahaya yang sangat halus, itulah yang dinamakan hilal.
Di dalam aliran ru'yah sendiri terdapat perbedaan dalam penentuan irtifa' (ketinggian) bulan. Satu kelompok berpendapat bahwa hilal dapat dilihat bila irtifa' nya minimal 2 derajat. Kelompok lainnya menyatakan irtifa' itu tidak boleh kurang dari 6 derajat. Berdasarkan metode ini, masing-masing kelompok berijtihad dalam penentuan tanggal 1 Syawal. Adapun yang menjadi landasan aliran ru'yah adalah hadits Rasulullah:
Berpuasalah kamu sekalian karena melihat bulan (awal Ramadhan). Dan berbukalah kamu sekalian karena melihat bulan (Idul Fitri). Bila hilal tertutup awan di atasmu, maka genapkanlah ia menjadi tiga puluh hari. (HR. Muslim)
Kedua, aliran Hisab. Hisab merupakan proses penetapan awal bulan dengan menggunakan metode ilmu hitung menghitung. Dasar pijakan aliran Hisab adalah Firman Allah:
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). {QS. Yunus: 5}
Aliran ini mulai berkembang sejak masa Dinasti Abbasiyah (abad ke-8 M). Menurut aliran hisab, ru'yah dapat dipahami melalui prediksi/perkiraan posisi bulan dalam ilmu hisab. Awal dan akhir bulan tidak ditentukan oleh irtifa' (ketinggian) hilal. Jika menurut ilmu hisab hilal telah tampak, berapa pun ketinggiannya maka hitungan bulan baru sudah masuk.
Demikianlah penjelasan mengapa terjadi perbedaan-perbedaan dalam penetapan bulan baru Hijriah di kalangan umat Islam. Namun kedua hal tersebut memiliki pijakan yang kuat berdasarkan Al Quran dan Hadits. Pilihlah menurut keyakinan berdasarkan nalar dan pengetahuan. Janganlah rusak keagungan Idul Fitri karena tidak menghormati perbedaan. (SMZ)
Khasiat Kurma Bagi Kesehatan
Berbuka adalah saat yang membahagiakan bagi orang-orang yang seharian berpuasa. Aneka penganan dan minuman menjadi sajian yang menggiurkan ketika berbuka. Teh es, jus, es campur, kolak, dan beragam kue adalah sedikit dari banyak contoh hidangan penggugah selera.
Namun aneka penganan dan minuman tersebut memiliki pengaruh yang kurang baik bagi tubuh yang selama sehari telah beristirahat dari masuknya cairan atau benda padat ke dalam saluran pencernaan. Lantas, apa yang sebaiknya kita konsumsi saat berbuka?
Rasulullah telah mengajarkan kepada umatnya untuk berbuka dengan buah kurma atau dengan air putih. Sabda Rasulullah saw.:
Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa, hendaklah berbuka dengan buah kurma. Jika tak ada, hendaklah berbuka dengan air, karena sesungguhnya air itu bersih.
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Mengapa kurma? Kurma (phonex dactylifera) merupakan sejenis tumbuhan palma yang berbuah dan dapat dimakan, baik dalam keadaan mentah ataupun matang. Menurut penelitian para ilmuwan, kurma kaya dengan protein, serat, gula, vitamin A dan C serta mineral seperti zat besi, kalsium, sodium, dan potasium. Kandungan protein yang terkandung di dalamnya mencapai 1,8-2,0 %, serat sebanyak 2-4 %, dan gula sebesar 50-57 % glukosa.
Zat gula yang ada di dalam kurma berbeda dengan gula yang terdapat pada buah-buah lainnya, seperti gula tebu atau gula pasir yang biasanya mengandung sukrosa. Sukrosa langsung diserap oleh tubuh sehingga membuatnya harus dipecahkan terlebih dahulu oleh enzim sebelum berubah menjadi glukosa. Hal itu berbeda dengan kurma.
Kandungan mineral yang terdapat dalam buah kurma memiliki khasiat yang luar biasa. Potasium berguna untuk mengatasi masalah stress, sembelit, dan lemah otot. Sedangkan zat besi dan kalsium berguna untuk menghindarkan diri dari penyakit yang beresiko tinggi seperti penyakit jantung dan kencing manis.
Kurma juga sangat baik dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil dan juga wanita yang baru selesai melahirkan. Karena menurut ilmu kedokteran bahwa zat besi dan kalsium yang terdapat dalam buah kurma adalah unsur yang berguna dalam membentuk dan menambah kandungan air susu ibu (ASI). Bagi anak-anak, buah kurma baik untuk pertumbuhan anak-anak dan perkembangan sumsum tulangnya.
Sabda Rasulullah saw.:
Barangsiapa yang pagi-pagi memakan 7 buah kurma 'ajwah, maka pada hari itu dia tidak mudah keracunan dan terserang penyakit. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada apa dengan kurma 'ajwah? Berdasarkan asbabul wurud (sebab-sebab turunnya hadits) diceritakan bahwa dulu Nabi Muhammad saw. kalau berbuka puasa selalu dengan kurma yang disebut kurma 'ajwah. Penamaannya diambil dari nama anak Salman Al Farisi, seorang nasrani yang masuk Islam yang mewakafkan kebun kurmanya untuk perjuangan Islam. Untuk menghormati jasa-jasanya itu, Rasul menamakan kurma yang dihasilkan oleh kebun itu dengan nama kurma 'ajwah.
Banyaknya khasiat dan manfaat buah kurma bagi kesehatan manusia maka sebaiknya selalu sajikan buah kurma, terutama sebagai menu berbuka. Insya Allah, kurma akan meningkatkan kesehatan tubuh kita. (SMZ)
Terjadinya Manusia Menurut Al Quran
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al Mu'minun: 12-14)
Ayat-ayat di atas telah ada 14 abad yang lalu dan masih relevan sampai kapanpun. Berdasarkan ayat-ayat di atas kita dapat mengetahui bagaimana proses terjadinya manusia di dalam rahim menurut Al Quran.
Pertama, asal nutfah (sperma) itu berasal dari saripati tanah. Mengapa demikian? Dalam satu sendok teh yang berisi sperma terkandung 150 mg protein, 11 mg karbohidrat, 6 mg lemak, 3 mg kolesterol, 7 persen US AKG kalium, tembaga dan seng. Semua kandungan yang terdapat di dalam sperma tersebut sama seperti apa yang terkandung di dalam tanah. Ini membuktikan bahwa benar sperma berasal dari saripati tanah. Subhanallah, padahal ketika ayat ini diturunkan pengetahuan manusia tentang sperma masih sangat minim. Bahkan manusia belum mengetahui kandungan zat-zat yang terdapat dalam sperma. Ini adalah bukti kebenaran Al Quran.
Kedua, tahap awal terjadinya manusia adalah ditempatkannya sperma di dalam tempat yang kokoh yang dinamakan rahim; dalam ilmu kedokteran disebut uterus. Benarkah rahim merupakan tempat yang kokoh? Keberadaan rahim ditahan pada tempatnya oleh beberapa ligamen. Rahim kebanyakan terdiri dari otot. Lapisan permanen jaringan itu yang paling dalam disebut endometrium. Endometrium merupakan tempat menempelnya ovum yang telah dibuahi. Di dalam lapisan Endometrium terdapat pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Jadi, rahim/uterus merupakan tempat yang sudah dirancang Sang Pencipta untuk menjadi tempat yang baik bagi perkembangan sperma/nutfah.
Ketiga, setelah sperma/nutfah ditempatkan di dalam rahim dalam kurun waktu tertentu, maka akan berkembang menjadi darah/alaqah. Darah yang dimaksud adalah mulai terbentuknya organ-organ yang berhubungan dengan fungsi darah, seperti jantung, limpa, saluran pernapasan, hati, dan ginjal.
Keempat, dari segumpal darah/alaqah, perkembangan selanjutnya embrio adalah menjadi segumpal daging/mudghah. Lalu berubah menjadi rangka yang kemudian dibungkus oleh daging lagi. Dalam tahap ini organ dan bentuk janin telah mulai sempurna dan kuat.
Kelima, setelah melalui tahapan-tahapan tersebut, barulah terbentuk makhluk baru yang berbentuk manusia sebagai tahap akhir sebelum dilahirkan.
Di dalam ayat Al Quran yang lain, Allah menerangkan bahwa dalam proses terjadinya manusia di dalam rahim terdapat 3 lapisan kegelapan yang membungkusnya. Firman Allah:
Ayat di atas tentunya telah teruji kebenarannya sesuai dengan ilmu kedokteran. Menurut Dr. Maurice Bukaille, 3 kegelapan yang dimaksud oleh Al Quran itu adalah dinding abdomen (dinding perut), dinding uterus (dinding rahim), dan plasenta dengan membran khorioallontois (dinding ari-ari).
Semoga dengan pembahasan ini, kita semakin yakin dengan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah. (SMZ)
Ketiga, setelah sperma/nutfah ditempatkan di dalam rahim dalam kurun waktu tertentu, maka akan berkembang menjadi darah/alaqah. Darah yang dimaksud adalah mulai terbentuknya organ-organ yang berhubungan dengan fungsi darah, seperti jantung, limpa, saluran pernapasan, hati, dan ginjal.
Keempat, dari segumpal darah/alaqah, perkembangan selanjutnya embrio adalah menjadi segumpal daging/mudghah. Lalu berubah menjadi rangka yang kemudian dibungkus oleh daging lagi. Dalam tahap ini organ dan bentuk janin telah mulai sempurna dan kuat.
Kelima, setelah melalui tahapan-tahapan tersebut, barulah terbentuk makhluk baru yang berbentuk manusia sebagai tahap akhir sebelum dilahirkan.
Di dalam ayat Al Quran yang lain, Allah menerangkan bahwa dalam proses terjadinya manusia di dalam rahim terdapat 3 lapisan kegelapan yang membungkusnya. Firman Allah:
Diciptakan kamu di dalam perut ibumu sebagai makhluk dari sesudah kejadian di dalam 3 lapis kegelapan. (QS. Az Zumar: 6)
Ayat di atas tentunya telah teruji kebenarannya sesuai dengan ilmu kedokteran. Menurut Dr. Maurice Bukaille, 3 kegelapan yang dimaksud oleh Al Quran itu adalah dinding abdomen (dinding perut), dinding uterus (dinding rahim), dan plasenta dengan membran khorioallontois (dinding ari-ari).
Semoga dengan pembahasan ini, kita semakin yakin dengan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah. (SMZ)
Nuzul Quran = Lailatul Qadar?
Secara umum dalam masyarakat muslim di Indonesia, pada bulan Ramadhan sering diperingati acara turunnya kitab suci Al Quran yang dinamakan Nuzul Quran. Selain itu, di dalam bulan Ramadhan kaum muslimin juga berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya guna memperoleh keutamaan Lailatul Qadar. Di dalam Al Quran dijelaskan bahwa Lailatul Qadar merupakan malam diturunkannya Al Quran. Jadi, apa perbedaan antara Nuzul Quran dan Lailatul Qadar?
Firman Allah:
Kedua ayat di atas memiliki kaitan tentang turunnya Al Quran. Surah al Baqarah ayat 185 menjadi rujukan tentang Nuzul Quran, sedangkan surah al Qadr ayat 1 merupakan dalil adanya lailatul qadar sebagai malam turunnya Al Quran. Jika kedua ayat di atas dihubungkan didapat kesimpulan bahwa Nuzul Quran dan Lailatul Qadar itu terjadi pada bulan Ramadhan.
Al Quran pertama kali diturunkan di Gua Hira' pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, yaitu surah al Alaq ayat 1-5. Mengenai turunnya Al Quran ini, Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni berpendapat bahwa selain diturunkannya wahyu pertama pada malam itu, Allah juga menurunkan ayat-ayat dan surat-surat Al Quran yang lain sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit. Kemudian secara berangsur-angsur diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Pendapat Ash Shabuni dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam kitabnya, Al Itqan.
Dengan demikian jelaslah bahwa turunnya surah Al Alaq ayat 1-5 pada malam 17 Ramadhan merupakan peristiwa bersejarah yang disebut Nuzul Quran. Sedangkan turunnya Al Quran secara keseluruhan ke Baitul Izzah menurut istilah Al Quran disebut dengan Lailatul Qadar. (SMZ)
Firman Allah:
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)....{QS. Al Baqarah: 185}
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar). {QS. Al Qadr: 1}
Kedua ayat di atas memiliki kaitan tentang turunnya Al Quran. Surah al Baqarah ayat 185 menjadi rujukan tentang Nuzul Quran, sedangkan surah al Qadr ayat 1 merupakan dalil adanya lailatul qadar sebagai malam turunnya Al Quran. Jika kedua ayat di atas dihubungkan didapat kesimpulan bahwa Nuzul Quran dan Lailatul Qadar itu terjadi pada bulan Ramadhan.
Al Quran pertama kali diturunkan di Gua Hira' pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, yaitu surah al Alaq ayat 1-5. Mengenai turunnya Al Quran ini, Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni berpendapat bahwa selain diturunkannya wahyu pertama pada malam itu, Allah juga menurunkan ayat-ayat dan surat-surat Al Quran yang lain sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit. Kemudian secara berangsur-angsur diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Pendapat Ash Shabuni dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam kitabnya, Al Itqan.
Dari Abbas, Rasulullah saw. bersabda : Allah menurunkan Al Quran pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) di Bulan Ramadhan ke langit dunia secara keseluruhan. Kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur. (HR. Hakim & Baihaqi)
Dengan demikian jelaslah bahwa turunnya surah Al Alaq ayat 1-5 pada malam 17 Ramadhan merupakan peristiwa bersejarah yang disebut Nuzul Quran. Sedangkan turunnya Al Quran secara keseluruhan ke Baitul Izzah menurut istilah Al Quran disebut dengan Lailatul Qadar. (SMZ)
Keesaan Allah
Manusia dengan akal pikirannya memiliki rasa keingintahuan yang besar. Termasuk dalam hal siapa penciptanya, yang juga menciptakan alam semesta ini. Pencipta itu mereka sebut dengan Tuhan.
Berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan kedalaman pemikiran, manusia menemukan tuhannya masing-masing. Sebagian kecil tersesat tak menemukan apapun. Lalu golongan ini disebut Atheis. Sedangkan bagi mereka yang menemukan tuhannya pun terkotak-kotak oleh keyakinan dan kepercayaannya dalam kelompoknya. Memiliki tuhan dengan nama, bentuk, zat, dan jumlah yang bermacam-macam. Ada yang percaya tuhan itu esa (monotheisme), ada pula yang meyakini banyak tuhan (politheisme).
Islam adalah salah satu agama monotheisme. Yang mengagungkan Allah sebagai Tuhannya. Sebagai agama dengan inti ajaran ketauhidan, Islam tidak mentolerir umatnya untuk meyakini apalagi menyembah kepada tuhan lain. Karena perbuatan semacam itu dikategorikan sebagai perbuatan syirik.
Syirik merupakan perbuatan yang tercela berupa menyekutukan Allah; menduakan, menigakan, dan seterusnya terhadap posisi Tuhan yang Esa. Syirik adalah dosa yang paling besar, pengkhianatan dan penistaan terhadap Allah.
Salah satu bentuk syirik adalah menganggap atau menyatakan bahwa Allah itu beranak (baca: memiliki anak) atau diperanakkan (baca: dilahirkan). Pernyataan yang demikian itu teramat keji untuk dinisbatkan kepada Allah Yang Maha Esa, lagi Maha Suci. Menyatakan tuhan beranak akan menimbulkan pemahaman bahwa Tuhan tiada bedanya dengan manusia dan hewan yang melahirkan/mempunyai anak. Pemahaman yang berkembang selanjutnya adalah bahwa setiap manusia dan hewan yang beranak -- termasuk juga tuhan jika dianggap beranak -- itu tentunya didahului oleh perhubungan kelamin atau interaksi seksual antara pria dan wanita, atau antara jantan dan betina. Na'udzubillah min zalik.
Sehingga mengatakan tuhan beranak akan menimbulkan pengertian bahwa tuhan itu terdiri atas tuhan laki-laki dan tuhan perempuan (politheisme), sebagaimana yang terjadi dalam kepercayaan bangsa Yunani dan Romawi kuno.
Jadi, pernyataan bahwa tuhan beranak/mempunyai anak adalah keyakinan yang sangat rendah dan hina. Termasuk pernyataan bahwa tuhan itu diperanakkan/dilahirkan. Karena Tuhan tidak pantas dilahirkan oleh makhluk-Nya, apalagi dilahirkan dari rahim seorang wanita suci sekalipun. Karena dengan demikian tuhan tidak berlaku adil kepada makhluk-Nya, kenapa Dia tak dilahirkan saja oleh malaikat yang merupakan makhluk-Nya yang taat? Kenapa Dia tak dilahirkan dari matahari yang memiliki energi yang begitu luar biasa dalam menopang kehidupan manusia? Kenapa harus dilahirkan oleh manusia? Seandainya pun tuhan dilahirkan oleh tuhan lainnya, berarti kepercayaan agama itu bersifat politheisme.
Hal inilah yang menyebabkan kemurkaan Allah yang disampaikan melalui firman-Nya:
Ajaran mengenai tuhan itu beranak/diperanakkan terdapat dalam keyakinan kaum Nasrani yang menganggap Nabi Isa sebagai anak tuhan dan dalam agama Yahudi yang menganggap Uzair adalah anak tuhan. Maka kepercayaan yang demikian itu bertentangan secara diametral (180 derajat) dengan kepercayaan dalam Agama Islam.
Allah swt. berbeda dengan makhluk-Nya dalam zat, wujud, bentuk, dan hakikat. Karena Allah bersifat Mukhalafatuhu lilhawaditsi. Dia berbeda dengan bintang-bintang dan matahari; Dia berbeda dengan air, udara, dan api; Dia berbeda dengan batu dan tanah; Dia berbeda dengan manusia, hewan, dan tumbuhan. Tiada suatu apapun yang setara dan serupa dengan-Nya. Karena apapun yang setara dan serupa dengan-Nya berarti memiliki kedudukan yang sama dengan Tuhan sebagai Tuhan. Firman Allah :
Semoga artikel ini bermanfaat buat kita untuk lebih meyakini keesaan Allah. (SMZ)
Download File :
Berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan kedalaman pemikiran, manusia menemukan tuhannya masing-masing. Sebagian kecil tersesat tak menemukan apapun. Lalu golongan ini disebut Atheis. Sedangkan bagi mereka yang menemukan tuhannya pun terkotak-kotak oleh keyakinan dan kepercayaannya dalam kelompoknya. Memiliki tuhan dengan nama, bentuk, zat, dan jumlah yang bermacam-macam. Ada yang percaya tuhan itu esa (monotheisme), ada pula yang meyakini banyak tuhan (politheisme).
Islam adalah salah satu agama monotheisme. Yang mengagungkan Allah sebagai Tuhannya. Sebagai agama dengan inti ajaran ketauhidan, Islam tidak mentolerir umatnya untuk meyakini apalagi menyembah kepada tuhan lain. Karena perbuatan semacam itu dikategorikan sebagai perbuatan syirik.
Syirik merupakan perbuatan yang tercela berupa menyekutukan Allah; menduakan, menigakan, dan seterusnya terhadap posisi Tuhan yang Esa. Syirik adalah dosa yang paling besar, pengkhianatan dan penistaan terhadap Allah.
Salah satu bentuk syirik adalah menganggap atau menyatakan bahwa Allah itu beranak (baca: memiliki anak) atau diperanakkan (baca: dilahirkan). Pernyataan yang demikian itu teramat keji untuk dinisbatkan kepada Allah Yang Maha Esa, lagi Maha Suci. Menyatakan tuhan beranak akan menimbulkan pemahaman bahwa Tuhan tiada bedanya dengan manusia dan hewan yang melahirkan/mempunyai anak. Pemahaman yang berkembang selanjutnya adalah bahwa setiap manusia dan hewan yang beranak -- termasuk juga tuhan jika dianggap beranak -- itu tentunya didahului oleh perhubungan kelamin atau interaksi seksual antara pria dan wanita, atau antara jantan dan betina. Na'udzubillah min zalik.
Sehingga mengatakan tuhan beranak akan menimbulkan pengertian bahwa tuhan itu terdiri atas tuhan laki-laki dan tuhan perempuan (politheisme), sebagaimana yang terjadi dalam kepercayaan bangsa Yunani dan Romawi kuno.
Jadi, pernyataan bahwa tuhan beranak/mempunyai anak adalah keyakinan yang sangat rendah dan hina. Termasuk pernyataan bahwa tuhan itu diperanakkan/dilahirkan. Karena Tuhan tidak pantas dilahirkan oleh makhluk-Nya, apalagi dilahirkan dari rahim seorang wanita suci sekalipun. Karena dengan demikian tuhan tidak berlaku adil kepada makhluk-Nya, kenapa Dia tak dilahirkan saja oleh malaikat yang merupakan makhluk-Nya yang taat? Kenapa Dia tak dilahirkan dari matahari yang memiliki energi yang begitu luar biasa dalam menopang kehidupan manusia? Kenapa harus dilahirkan oleh manusia? Seandainya pun tuhan dilahirkan oleh tuhan lainnya, berarti kepercayaan agama itu bersifat politheisme.
Hal inilah yang menyebabkan kemurkaan Allah yang disampaikan melalui firman-Nya:
Dan mereka mengatakan tuhan itu beranak. Sesungguhnya kamu mengatakan sesuatu yang paling buruk. Hampir saja bintang-bintang berguguran karena yang demikian itu, dan bumi hampir pecah belah. Sedangkan gunung-gunung hampir meletus, dikarenakan mereka mengatakan tuhan beranak. (Ketahuilah) semua isi langit dan bumi akan mendatangi Tuhan Yang Mahapengasih sebagai hamba. (QS. Maryam: 88-93)
Ajaran mengenai tuhan itu beranak/diperanakkan terdapat dalam keyakinan kaum Nasrani yang menganggap Nabi Isa sebagai anak tuhan dan dalam agama Yahudi yang menganggap Uzair adalah anak tuhan. Maka kepercayaan yang demikian itu bertentangan secara diametral (180 derajat) dengan kepercayaan dalam Agama Islam.
Allah swt. berbeda dengan makhluk-Nya dalam zat, wujud, bentuk, dan hakikat. Karena Allah bersifat Mukhalafatuhu lilhawaditsi. Dia berbeda dengan bintang-bintang dan matahari; Dia berbeda dengan air, udara, dan api; Dia berbeda dengan batu dan tanah; Dia berbeda dengan manusia, hewan, dan tumbuhan. Tiada suatu apapun yang setara dan serupa dengan-Nya. Karena apapun yang setara dan serupa dengan-Nya berarti memiliki kedudukan yang sama dengan Tuhan sebagai Tuhan. Firman Allah :
Katakanlah: bahwa Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada yang setara/serupa dengan-Nya. (QS. Al Ikhlas: 1-4)
Semoga artikel ini bermanfaat buat kita untuk lebih meyakini keesaan Allah. (SMZ)
Download File :
5 Manfaat Puasa
Pada hakikatnya ibadah puasa melatih kita agar dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu dan emosi yang senantiasa mengarahkan pikiran, perasaan, dan keinginan manusia kepada perbuatan-perbuatan yang salah, nista, dan tercela. Sabda Rasulullah:
Puasa itu sebenarnya bukan sekedar tidak makan dan minum, tetapi sesungguhnya adalah mencegah dari segala perbuatan yang sia-sia, perbuatan kotor dan keji.
Selain itu dengan berpuasa juga dapat membentuk dan memupuk sifat mahabbah (cinta) dan sifat marhamah (kasih sayang) terhadap sesama. Tentu manfaat dan hikmah yang terkandung dalam berpuasa begitu besar. Berikut dipaparkan beberapa diantaranya:
Pertama, puasa merupakan suatu bentuk nyata ketakwaan yang mencerminkan nilai pengabdian dan rasa syukur seorang hamba kepada Allah swt. Dengan berpuasa tentunya akan mendekatkan diri kita kepada Allah. Sedangkan pengabdian itu sendiri merupakan kewajiban utama manusia selaku makhluk Allah. Firman Allah :
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (QS. Az Zari'at:56)
Kedua, secara psikologis, puasa melatih diri dalam menumbuhkan kepribadian yang mulia, yaitu mengendalikan diri dari segala ucapan dan perbuatan yang tercela. Ibadah puasa melatih dan membiasakan diri untuk menanamkan sifat dan sikap yang terpuji sebagai cermin nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Sedangkan keimanan dan ketakwaan itu mengangkat kepada derajat yang mulia. Firman Allah :
Sesungguhnya yang memuliakan kamu di sisi Allah adalah ketakwaanmu. (QS. Hujurat: 13)
Ketiga, dilihat dari sisi sosial, berpuasa dapat melahirkan kesadaran untuk turut merasakan kekurangan dan penderitaan yang dialami kaum fakir dan miskin berupa rasa lapar dan dahaga. Sehingga dengan demikian akan menggerakkan hati untuk bersikap dermawan dan penuh kesederhanaan yang tercermin dalam bentuk menolong dan menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim.
Keempat, dari segi kesehatan puasa sebagai usaha mengendalikan diri dari nafsu makan, minum, syahwat dan amarah mempunyai efek positif yang cukup besar terhadap kesehatan, terutama pada fungsi sistem pencernaan, syaraf dan sistem koordinasi. Suatu hasil pengamatan yang cermat beberapa dekade yang lalu oleh para ilmuwan berbagai negara yang ditulis oleh Allan Cott MD dalam Bantam Books Series, menyatakan hikmah-hikmah puasa bagi kesehatan.
- To feel better physically an mentally / merasa lebih baik secara fisik dan mental
- To look and feel younger / menjadikan terlihat dan terasa lebih muda
- To clean out the body / membersihkan kotoran dari tubuh
- To lower blood pressure and cholesterol levels / menurunkan tekanan darah dan tingkat kolesterol
- To get more out of sex / untuk meningkatkan kemampuan seksual
- To let the body health itself / menjaga kesehatan tubuh
- To relieve tension / meringankan tekanan
- To sharp the senses / mempertajam pikiran
- To gain control of oneself / dapat mengendalikan diri
- To slow the aging process / memperlambat proses penuaan
Kelima, secara ekonomi dengan berpuasa berarti menghemat atau memperkecil pengeluaran kebutuhan hidup, terutama untuk konsumsi. Sehingga akan memperbesar penyisihan pendapatan untuk saving. Jadi, dengan berpuasa juga melatih hidup hemat, tidak konsumtif dan tidak berfoya-foya. Meskipun dalam kenyataan banyak orang-orang yang berpuasa menghabiskan banyak pengeluaran untuk keperluan berbuka dan makan sahur, itu lebih disebabkan lemahnya kemampuan mengontrol emosi dan nafsu.
Semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita dan memotivasi kita untuk lebih semangat beribadah. (SMZ)
Download File :
Alkohol dan Narkoba Menurut Islam
Bagaimana pandangan Islam mengenai narkoba/napza? Apa ada dalilnya? Itu mungkin beberapa pertanyaan yang muncul di benak kita seputar hukum tentang narkoba/napza. Berikut penjelasannya.
Alkohol
Segala zat yang dapat memabukkan/menghilangkan kesadaran akal, seperti minuman keras dan sejenisnya menurut hukum Islam adalah haram. Karena zat yang memabukkan itu termasuk dalam kategori benda najis. Sabda Rasulullah saw.:
Sesuatu yang memabukkan, baik banyak atau sedikit adalah haram. (HR. An-Nasa'i dan Abu Daud)
Agama Islam menghalalkan atau mengharamkan sesuatu zat, baik berupa makanan maupun minuman didasarkan kepada pertimbangan baik atau buruknya dampak atau pengaruh zat itu terhadap kesehatan tubuh manusia yang mengonsumsinya. Firman Allah swt.:
"Dan dihalalkan bagi mereka segala yang baik dan diharamkan bagi mereka segala yang buruk". (QS. Al A'raf: 157)
Dalam konteks ini tiap-tiap yang memabukkan pada umumnya melemahkan daya pikir dan dapat merusak jaringan syaraf atau sistem koordinasi otak dan syaraf pusat, serta sistem peredaran darah dan jantung. Sehingga agama Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk zat yang memabukkan.
Salah satu contoh zat yang memabukkan itu adalah minuman keras atau minuman beralkohol. Alkohol merupakan zat yang mengandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat. Pada dasarnya alkohol dapat mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat dan tingkat emosional. Umumnya orang-orang yang mengonsumsi minuman beralkohol mulai terganggu kemampuan koordinasi anggota tubuhnya bila kadar alkohol dalam darah mencapai 0,05 % dan akan mengalami gangguan koordinasi tubuh yang hebat bila kadar alkohol dalam darah telah mencapai 0,10 %.
Larangan meminum minuman keras bukan saja karena banyak kemudharatannya bagi diri orang yang meminumnya. Tetapi juga karena minuman keras merupakan slah satu amalan syaithaniah. Firman Allah swt. :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr (minuman keras), berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 90)
Narkoba
Ajaran Islam selalu relevan dengan perkembangan zaman. Karena agama Islam bersifat universal. Dalam menyikapi penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) atau Narkoba, maka zat ini diqiyaskan (baca:disamakan) dengan hukum khamr (minuman keras). Karena unsur-unsur pembentuk Narkoba mempunyai sifat yang sama dengan minuman keras, yaitu memabukkan atau menurunkan tingkat kesadaran.
Apalagi efek atau pengaruh narkoba/napza menyerang fungsi sistem syaraf pusat, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan mental; menyebabkan pemakainya menjadi berketergantungan dengan narkoba/napza; merusak jaringan dan organ vital tubuh manusia seperti otak, jantung, ginjal, dan organ reproduksi.
Memperhatikan bahaya yang ditimbulkan oleh narkoba/napza sangat besar, sehingga memakai atau mengonsumsinya berarti menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Hal inilah yang juga menjadi pertimbangan bahwa menggunakan narkoba/napza itu adalah haram. Firman Allah swt.:
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al Baqarah: 195)
Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah dari bahaya alkohol dan narkoba. Amin. (SMZ)
Eksistensi Allah
ISLAM adalah agama tauhid (monotheisme), yaitu agama yang mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa. Ketauhidan itu dimanifestasikan dalam kalimat syahadatain. Dua kalimat syahadat mengandung 2 hal:
Ketauhidan itu merupakan titik puncak keimanan. Iman adalah fondasi keislaman. Syahadat sebagai pernyataan ketauhidan juga berarti sebagai pengakuan terhadap Islam sebagai agama yang hakiki. Iman itu sendiri meliputi 3 hal, yaitu:
a. Pengikraran secara lisan tentang sesuatu yang diyakini.
b. Pembenaran hati secara sungguh-sungguh ikrar yang diucapkan.
c. Pelaksanaan atau penerapan keyakinan itu secara konkret.
Ilmu tauhid sebagai ilmu yang membahas tentang keesaan Allah diidentikkan dengan ilmu ketuhanan (teologi). Dalam pembahasannya tentang Tuhan, ilmu tauhid mengklasifikasikan ada 2 macam tauhid, yaitu:
Syahadat Tauhid - Asyhadu anla ilaha illallahu
Maksudnya ada kesaksian atau pengakuan tentang keesaan Allah. Tidak ada penyembahan Tuhan selain-Nya.
Syahadat Rasul - Asyhadu anna Muhammadar rasulullahu
Maksudnya ada pengakuan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, yang membawa tuntunan dari Allah untuk umat manusia.
Ketauhidan itu merupakan titik puncak keimanan. Iman adalah fondasi keislaman. Syahadat sebagai pernyataan ketauhidan juga berarti sebagai pengakuan terhadap Islam sebagai agama yang hakiki. Iman itu sendiri meliputi 3 hal, yaitu:
a. Pengikraran secara lisan tentang sesuatu yang diyakini.
b. Pembenaran hati secara sungguh-sungguh ikrar yang diucapkan.
c. Pelaksanaan atau penerapan keyakinan itu secara konkret.
Ilmu tauhid sebagai ilmu yang membahas tentang keesaan Allah diidentikkan dengan ilmu ketuhanan (teologi). Dalam pembahasannya tentang Tuhan, ilmu tauhid mengklasifikasikan ada 2 macam tauhid, yaitu:
1. Tauhid Rububiyyah
Berasal dari kata “rabb” yang berarti pencipta. Tauhid rububiyyah adalah pengakuan bahwa seluruh alam ini, baik alam nyata (alam benda) atau alam gaib (alam roh) diciptakan oleh satu Tuhan. Tauhid rububiyyah dimiliki oleh hampir semua manusia, kecuali orang-orang Atheis.
2. Tauhid Uluhiyyah
Berasal dari kata “ilah” yang berarti sesembahan. Tauhid uluhiyyah adalah keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan yang harus disembah, dipuja, dipuji, dan diagungkan, yaitu yang menciptakan alam semesta ini. Tauhid rububiyyah tidak akan ada nilainya tanpa disertai tauhid uluhiyyah. Tauhid ini hanya dimiliki oleh segelintir manusia.
Hal utama dan mendasar dalam membahas tentang Tuhan adalah keyakinan mengenai eksistensi Tuhan. Tanpa adanya keyakinan itu maka tidak akan ada ketauhidan. Untuk membenarkan adanya Tuhan, ada 4 dalil atau teori yang digunakan, yaitu:
a. Teori Metafisika - dalil-dalil berdasarkan akal
Secara akali segala sesuatu itu tidak terjadi dengan sendirinya. Alam semesta yang terdiri atas bumi, bulan, matahari, planet-planet, bintang-bintang, benda-benda langit lainnya beserta seluruh isinya pasti ada yang menciptakannya. Pencipta itulah yang dinamakan Tuhan.
b. Teori Fisika - dalil-dalil berdasarkan gejala alam
Teori ini pertama kali dipakai oleh Abu Husein Al Allaf, seorang Mu’tazilah pengikut Wasil bin Atha. Menurutnya bahwa semua zat yang berupa benda padat, cair, dan gas dapat dibagi-bagi menjadi bagian kecil yang dinamakan molekul. Molekul-molekul itu satu sama lain terjadi proses tarik menarik. Tiap-tiap molekul terdiri dari beberapa atom. Tiap atom berputar disekitar atom lainnya yang menimbulkan kekuatan tarik menarik antar molekul. Kalau atom tidak berputar, tidak akan ada tarik menarik antar molekul maka tidak akan ada satu benda pun di alam ini. Jadi, pasti ada yang memutarnya (primier moteur – penggerak pertamanya), yaitu Tuhan.
c. Teori Teleologika - dalil berdasarkan susunan & keindahan alam
Bumi secara teratur berevolusi mengelilingi matahari dalam waktu 365 hari, 5 jam, 49 menit, dan 12 detik; bulan mengitari bumi dalam waktu 29 hari, 12 jam, 44 menit, dan 3 detik; bumi berotasi selama 23 jam 56 menit, dan 4 detik. Semua proses dan gejala alam, baik di langit maupun di bumi terjadi secara teratur. Hal itu tidak akan terjadi apabila tidak ada yang menjalankannya dan mengaturnya. Pengatur alam semesta itulah yang dinamakan Tuhan.
d. Teori Moral - dalil-dalil berdasarkan nilai moral
Dalam kehidupan di atas muka bumi ini terjadi banyak ketimpangan dan ketidakadilan. Ada manusia yang menjadi penindas dan ada pula yang tertindas. Banyak perkara-perkara yang belum dapat diselesaikan dan masih tersembunyi. Keadilan dan kebijaksanaan akan ada untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan, ketimpangan dan ketidakadilan itu. Pemberi keadilan dan penyelesai ketidakberesan dalam kehidupan itulah yang dinamakan Tuhan. (SMZ)
Download File:
Download File:
Quran dan Riset
Ayat-ayat Allah dapat dikelompokkan menjadi 2 bentuk. Pertama, Ayat Quraniyah yang merupakan ayat-ayat yang tersurat di dalam kitab suci. Kedua, Ayat Kauniyah; ayat yang tersirat pada alam semesta, baik yang makrokosmik maupun yang mikrokosmik.
Pengkajian terhadap kedua jenis ayat-ayat Allah dimaksud meliputi aspek literatur, lapangan dan laboratorium. Tujuan pengkajian adalah untuk menghasilkan pemahaman yang mendalam dan untuk menciptakan tatanan kehidupan yang relevan dan seimbang berdasarkan ayat-ayat Allah. Sehingga pada akhirnya akan semakin meningkatkan pemahaman dan penghayatan kita tentang bukti-bukti keagungan dan kekuasaan Sang Pencipta.
Adapun penjabaran dari tujuan riset yang diisyaratkan dalam Al Quran, antara lain:
- Tujuan ilmiah, yaitu memperluas pengertian dan pemahaman eksistensi alam.
- Tujuan ekonomi, yaitu menguak pelbagai rahmat dan karunia Allah yang bertebaran di muka bumi ini, baik yang ada di dalam tanah, permukaannya, di laut, dan di udara.
- Tujuan Teologis, yaitu merupakan wujud pemantapan keimanan kepada Allah atas keberhasilan dalam mengungkapkan berbagai hal yang misterius pada alam ini, baik di lapangan maupun di laboratorium. Jadi, riset dan penelitian ilmiah dapat memberikan outpun berupa kemantapan tauhid.
Sedangkan cakupan riset yang diisyaratkan di dalam Al Quran meliputi bidang antropologi, astronomi, astrologi, anatomi, botani, zoologi, biologi, kimia, psikologi, dan ilmu kelautan. Riset ini merupakan salah satu tuntutan dalam menimba ilmu. Paparan tentang ilmu pengetahuan yang tertuang dalam Al Quran tidak sebatas pada teori-teori semata. Namun apa-apa yang termaktub di dalamnya dapat diaplikasikan melalui praktikum dalam disiplin ilmu tertentu dengan menghasilkan kesimpulan dan penemuan yang identik dengan realita.
Download File :
Download File :
Al Mir'ah
Imam Al Ghazali dalam teori cermin (Al Mir'ah) yang tertuang dalam Kitab Ihya Ulum al Din, beliau menerangkan bahwa hati manusia ibarat cermin, sedangkan petunjuk Tuhan bagaikan nur (Cahaya). Jika hati manusia benar-benar bersih niscaya ia akan bisa menangkap cahaya petunjuk Ilahi dan memantulkan cahaya itu ke sekitarnya.
Jika hati manusia tidak dapat menerima sinyal spiritual Ilahi, maka ada 3 kemungkinan dalam hatinya. Pertama, cerminnya terlalu kotor sehingga cahaya Allah yang begitu terang tidak dapat ditangkap dengan cermin rohani yang dimilikinya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang seringkali melakukan tindakan-tindakan kotor, aniaya dan keji.
Kedua, di antara cermin dan cahaya itu terdapat penghalang yang tak memungkinkan cahaya Ilahi menyentuh cermin tersebut. Yang digolongkan ke dalam kategori ini adalah orang-orang yang menjadikan harta, tahta dan kesenangan dunia sebagai prioritas dan orientasi hidupnya.
Kemungkinan ketiga yang menyebabkan hati manusia tidak dapat menerima cahaya Ilahi adalah karena cermin hatinya membelakangi sumber cahaya sehingga tidak dapat diharapkan akan tersentuh oleh cahaya petunjuk Ilahi. Yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang kafir yang dengan sadar mengingkari eksistensi (baca:keberadaan) Allah. (SMZ)
Download File :
Akhlak Terhadap Allah
Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupan. Allah adalah Pencipta dirinya, Pencipta jagad raya dengan segala isinya. Allah adalah Pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah Pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia. Sehingga apabila pemahaman terhadap hal ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka penerapannya dalam kehidupan adalah hanya Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Akhlak terhadap Allah merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah:
1. Taat terhadap perintah-Nya.
Hal pertama dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan menaati segala perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin seorang muslim tidak taat kepada-Nya, padahal Allah telah memberikan segalanya pada dirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):
“Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Taat kepada Allah merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda:
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan sunnah)." (HR. Abi Ashim al-syaibani)
2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembannya
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan kepadanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda
Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)
3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT
Etika berikutnya adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
"sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)
Terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.
4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 3 : 135)
"Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapatmengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.
5. Obsesinya adalah keridhaan ilahi
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan, pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpaksa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita
"Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia." (HR. Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu Asakir)
Orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, orientasi yang dicarinya hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain
6. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56)
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
7. Banyak membaca al-Qur’an.
"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim)
Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca Al-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)
Sumber : http://madinatulilmi.com/
Surah asy-Syahr
Akhir surah yang lalu (Adh-Dhuha), memerintahkan Nabi Muhammad saw. agar menyampaikan dan menampakkan aneka nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada beliau. Dalam surah ini beberapa nikmat besar yang telah beliau peroleh diuraikan. Ayat pertama menyatakan : Bukankah Kami, yakni Allah, secara langsung dan bersama siapa yangditugaskan- Nya telah melapangkan dadamu secara khusus untukmu wahai Nabi Muhammad? Engkau sejak itu, kini, bahkan masa datang akan selalu merasa tenang. Ayat 2 dan 3 melanjutkan bahwa : Dan di samping itu Allah juga telah menanggalkan darimu bebanmu yang selama ini engkau pikul [2], yang engkau rasakan sangat memberatkan punggungmu [3]. Lebih jauh ayat 4 menyatakan bahwa di samping itu Kami, yakni Allah, meninggikan sebutanmu, yakni namamu.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 1-4
1. Kelapangan dada yang dianugerahkan kepada Rasulullah Muhammad saw., atau kepada selain beliau- yang tentu saja dengan kapasitas yang berbeda-adalah anugerah Allah semata-mata.
2. Keterbelakangan masyarakat, kejauhannya dari kebenaran dan petunjuk Illahi merupakan beban psikologis yang amat berat bagi Nabi Muhammad saw. Dan semua yang peduli pada masyarakat.
3. Nama baik Nabi Muhammad saw, yang ditegaskan surah ini bukan saja berdasar pandangan agama Islam, tetapi juga terbukti, antara lain, dengan pengakuan non-Muslim yang objektif tentang keunggulan beliau kendati tolok ukur penilaiannya berbeda-beda.
Inti Sari Kandungan Ayat 5-8
Setelah ayat-ayat yang lalu menguraikan aneka anugerah Allah SWT ayat 5 bagaikan menyatakan : jika engkau telah mengetahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah itu, maka dengan demikian , menjadi jelas pula bagimu –Wahai Nabi Agung—bahwa sesungguhnya sesaat sesudah-bahkan bersama-kesulitan ada kemudahan yang besar. Ini dipertegas lagi dengan mengulangi kalimat yang serupa, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar. Kalau demikian, yang dituntut hanyalah kesungguhan bekerja dibarengi dengan harapan serta optimisme akan kehadiran bantuan Ilahi.
Ayat 7 dan 8 bagaikan menyatakan, maka apabila engkau telah selesai yakni sedang berada di dalam keluangan setelah tadinya engkau sibuk, maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh hingau engkau letih atau hingga tegak dan nyata suatu persoalan baru [7] dan hendaknya hanya kepada Tuhanmu saja, tidak kepada siapa pun selain-Nya engkau berharap dan berkeinginan penuh guna peroleh bantuan-Nya.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 5-8
1. Setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan. Karena itu, temukan peluang di celah tantangan. Dan melangkahlah disertai tekad untuk menanggulanginya sambil memohon bantuan Allah.
2. Jangan pernah berhenti melakukan aktivitas positif guna mengukir prestasi. Jangan berleha-leha. Jika letih atau jemu dengan sesuatu, maka beralihlah ke giatan positif yang lain.
3. Jangan pernah pesimis! Bersandarlah kepada Allah melahirkan optimisme yang tiada taranya.
Demikian, wa Allah A’l
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 1-4
1. Kelapangan dada yang dianugerahkan kepada Rasulullah Muhammad saw., atau kepada selain beliau- yang tentu saja dengan kapasitas yang berbeda-adalah anugerah Allah semata-mata.
2. Keterbelakangan masyarakat, kejauhannya dari kebenaran dan petunjuk Illahi merupakan beban psikologis yang amat berat bagi Nabi Muhammad saw. Dan semua yang peduli pada masyarakat.
3. Nama baik Nabi Muhammad saw, yang ditegaskan surah ini bukan saja berdasar pandangan agama Islam, tetapi juga terbukti, antara lain, dengan pengakuan non-Muslim yang objektif tentang keunggulan beliau kendati tolok ukur penilaiannya berbeda-beda.
Inti Sari Kandungan Ayat 5-8
Setelah ayat-ayat yang lalu menguraikan aneka anugerah Allah SWT ayat 5 bagaikan menyatakan : jika engkau telah mengetahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah itu, maka dengan demikian , menjadi jelas pula bagimu –Wahai Nabi Agung—bahwa sesungguhnya sesaat sesudah-bahkan bersama-kesulitan ada kemudahan yang besar. Ini dipertegas lagi dengan mengulangi kalimat yang serupa, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar. Kalau demikian, yang dituntut hanyalah kesungguhan bekerja dibarengi dengan harapan serta optimisme akan kehadiran bantuan Ilahi.
Ayat 7 dan 8 bagaikan menyatakan, maka apabila engkau telah selesai yakni sedang berada di dalam keluangan setelah tadinya engkau sibuk, maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh hingau engkau letih atau hingga tegak dan nyata suatu persoalan baru [7] dan hendaknya hanya kepada Tuhanmu saja, tidak kepada siapa pun selain-Nya engkau berharap dan berkeinginan penuh guna peroleh bantuan-Nya.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Ayat 5-8
1. Setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan. Karena itu, temukan peluang di celah tantangan. Dan melangkahlah disertai tekad untuk menanggulanginya sambil memohon bantuan Allah.
2. Jangan pernah berhenti melakukan aktivitas positif guna mengukir prestasi. Jangan berleha-leha. Jika letih atau jemu dengan sesuatu, maka beralihlah ke giatan positif yang lain.
3. Jangan pernah pesimis! Bersandarlah kepada Allah melahirkan optimisme yang tiada taranya.
Demikian, wa Allah A’l
Sumber : Detik.com dari Tafsir al-Mishbah
Jamaah dan Kekuatan Umat
Abu Mas'ud r.a., sahabat Nabi saw, menyampaikan sebuah kisah. Suatu ketika, saat hendak shalat berjamaah, Nabi menyentuh setiap bahu kami sambil bersabda: "Luruskan shafmu, jangan bengkok-bengkok. Shaf yang bengkok akan menyebabkan hatimu terpecah-belah."
(HR. Muslim).
Hadis di atas mengandung makna bahwa ada hubungan yang erat antara keadaan shaf umat Islam ketika salat berjamaah dengan keadaan hati mereka.
Jika ketidaksempurnaan shaf shalat bisa mengakibatkan hati umat Islam terpecah-belah, tentu akan lebih besar lagi pengaruhnya jika salat jamaah itu sendiri memang tidak ditegakkan oleh umat Islam.
Bahkan Alquran menyatakan bila hati bercerai-berai, kendatipun di luar tampak ada persatuan, itu hanya persatuan semu.
"Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka bercerai-berai," firman Allah swt dalam surat Al-Hasyr: 14.
Dari sejarah Nabi Muhammad saw. diceritakan bahwa sejak salat wajib lima waktu diperintahkan Allah swt, beliau selalu mengerjakannya secara berjamaah. Bahkan dalam keadaan genting sekalipun, seperti perang. Salat jamaah juga bahkan tetap ditegakkan dan dipelihara oleh para sahabat sesudah beliau wafat.
Berbicara soal perbandingan, maka perbedaan antara salat jamaah dan salat sendirian tak hanya pada pahala. Bahkan solat berjamaah berkaitan dengan dimensi sosial kemasyarakatan. Masyarakat masa kini yang mudah terpecah belah dan mudah diadu domba, barangkali karena masyarakat kita sudah terkotak-kotak. Paradigma "berjamaah" sudah bergeser, tak hanya di masjid, karena berjamaah di rumah, di sekolah, di kantor, dan tempat lainnya telah dianggap pengganti masjid. Na'udzubillah
Pesan Ali Bin Abi Thalib
Wahai manusia, janganlah sekali-kali merasa kesepian di atas jalan kebenaran hanya disebabkan sedikitnya orang yang berada disana. Sesungguhnya kebanyakan manusia telah berkumpul menghadapi hidangan yang hanya sebentar saja kenyangnya namun lama sekali laparnya.
Wahai manusia, sesungguhnya hanya ada dua hal yang menggabungkan manusia, yaitu persetujuan atas sesuatu dan penolakan terhadapnya. Seperti halnya pembunuhan unta kaum Tsamud; yang menyembelihnya hanya satu orang tapi Allah menjatuhkan azab atas mereka semua, disebabkan mereka menyetujui perbuatan itu dan tidak menentangnya.
Akan datang suatu masa ketika orang yang didekatkan oleh para penguasa hanyalah mereka yang pandai memfitnah orang lain; yang diterima ucapannya hanyalah mereka yang menyimpang dari agama, dan yang dianggap bodoh ialah mereka yang mengatakan kebenaran.
Pada masa seperti itu, sedekah akan dianggap sebagai kerugian, bantuan untuk sanak kerabat hanyalah sebagai alat pamer dan beribadah kepada Allah sebagai perbuatan "sok alim". Pada saat itu kekuasaan negeri dijalankan berdasarkan saran-saran kaum wanita, kepemimpinan anak-anak dan perencanaan kaum banci.
Paksakanlah dirimu agar tetap menanam kebaikan kepada saudaramu di saat ia memutuskan hubungan denganmu. Berusahalah agar tetap bersikap lunak serta mendekatinya di saat ia berpaling darimu. Bersikaplah dermawan kepadanya di saat ia menunjukkan kebakhilannya terhadapmu. Hampirilah ia di saat ia menjauhimu.
Hadapilah ia dengan lemah lembut di saat ia memamerkan kekerasan hatinya. Maafkanlah ia di saat ia melakukan kesalahan terhadapmu, seolah-olah engkau adalah sahayanya dan dialah yang melimpahkan nikmatnya kepadamu. Tetapi janganlah meletakkan hal itu semua bukan pada tempatnya, atau melakukannya untuk orang yang tidak patut menerimanya.
Jangan terlalu merisaukan kezaliman orang yang melakukannya terhadapmu; sebab ia telah mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri dan keuntungan bagimu. Maka tidaklah layak engkau membalas orang yang menggembirakanmu dengan menyusahkannya.
Bila kebaikan meliputi suatu masa beserta orang-orang di dalamnya, lalu seseorang berburuk sangka terhadap orang lain yang belum pernah berbuat cela, maka sesungguhnya ia telah berlaku zalim. Tetapi apabila kejahatan telah meliputi suatu masa beserta orang-orang di dalamnya, lalu seseorang berbaik sangka terhadap orang yang belum pernah dikenalnya, maka ia akan sangat mudah tertipu.
Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaknya ia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lidahnya. Orang yang menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati daripada yang mengajari orang lain.
Mencukupkan diri dengan sesuatu yang berada di tanganmu lebih kusukai bagimu daripada usahamu memperoleh apa yang ada di tangan orang lain. Pahitnya kegagalan untuk memiliki sesuatu, lebih manis daripada memintanya dari orang lain.
Cara terbaik untuk menjaga sesuatu yang tersimpan dalam wadahnya adalah dengan mengikat erat tali pengikat tutupnya. Demikian pula memperbaiki apa yang tidak sempat kau ucapkan, jauh lebih mudah daripada memperbaiki apa yang terlanjur kau ucapkan.
Langganan:
Postingan (Atom)